Rudal hipersonik Fattah-2 buatan Iran menghantam Tel Aviv dan mengejutkan sistem pertahanan Israel. (Foto: IRNA/Ali Sharifzadeh)

Iran meluncurkan lebih dari 150 rudal balistik ke Israel, termasuk rudal hipersonik Fattah-2. Serangan ini ditujukan ke Tel Aviv dan sejumlah lokasi strategis sebagai balasan atas serangan udara Israel sebelumnya. Fattah-2, rudal paling canggih milik Iran, dilaporkan menghantam fasilitas penting Kementerian Pertahanan Israel. 

Serangan ini mengejutkan banyak pihak karena menunjukkan kelemahan dalam sistem pertahanan udara Israel yang selama ini dianggap sangat kuat. Aksi ini menjadi tanda bahwa teknologi hipersonik mulai mengubah peta konflik di Timur Tengah.

Eskalasi ini bermula dari serangan Israel terhadap target Iran, yang belum diketahui detailnya. Sebagai respons, Garda Revolusi Iran (IRGC) meluncurkan rudal ke berbagai kota Israel, terutama Tel Aviv dan Haifa. 

Fattah-2 menjadi pusat perhatian karena kemampuannya yang mampu menembus pertahanan udara seperti Iron Dome, David’s Sling, dan Arrow. 

Iran sudah pernah menggunakan rudal ini pada Oktober 2024, tapi serangan kali ini jauh lebih besar dan presisi.

Fattah-2 bukan rudal biasa. Ia mampu melaju dengan kecepatan Mach 13-14 (sekitar 16.000-17.000 km/jam), dengan jangkauan antara 1.400 hingga 2.000 km. 

Rudal ini dilengkapi kendaraan luncur hipersonik (HGV) yang bisa mengubah arah saat terbang, membuatnya sulit dideteksi dan dicegat. 

Sistem pemandunya menggabungkan GPS, GLONASS, dan navigasi inersia, dengan akurasi hingga dalam hitungan meter.

Bobot totalnya mencapai 12 ton, dengan 9 ton bahan bakar dan hulu ledak seberat 450 kg. Rudal ini bisa menghancurkan pangkalan militer atau pusat komando dalam satu kali serangan. 

Dalam serangan ke Israel, media seperti The Guardian melaporkan sedikitnya 14 orang tewas, dan Reuters mencatat sembilan orang luka-luka. Al Jazeera menyebut ada kerusakan pada pangkalan udara dan fasilitas gas, menandakan targetnya bersifat strategis.

Menurut Dr. Emily Carter dari Center for Strategic and International Studies, “Fattah-2 adalah terobosan besar. Kecepatannya dan manuvernya membuatnya sangat sulit dihadang.” 

Dibanding rudal hipersonik Rusia dan Tiongkok, Fattah-2 lebih murah dan bisa diproduksi sendiri oleh Iran, membuatnya efektif dalam perang tidak seimbang.

Serangan ini juga berdampak besar secara politik. Israel dibuat kewalahan karena sistem pertahanannya tak mampu menahan rudal hipersonik. 

Bagi Iran, ini kemenangan teknologi sekaligus langkah berani yang bisa memicu tekanan internasional baru. Banyak pihak menilai Iran lebih memilih konfrontasi ketimbang diplomasi, sementara pendukungnya menyebut ini sebagai balasan atas agresi Israel.

Tren global menunjukkan senjata hipersonik makin berperan besar dalam perang modern. Tidak seperti rudal balistik biasa, rudal hipersonik sangat cepat dan sulit dilacak. 

Studi RAND Corporation pada 2024 menyebut rudal seperti ini bisa memangkas waktu reaksi pertahanan dari 30 menit jadi kurang dari 10 menit. Perlombaan senjata hipersonik pun makin cepat, termasuk oleh AS, Tiongkok, dan Rusia.

Negara lain mungkin akan mengembangkan sistem serupa. Israel harus meningkatkan pertahanannya dengan teknologi seperti laser atau AI, meski biayanya besar. 

AS yang menghabiskan 4 miliar dolar per tahun untuk program hipersonik, kemungkinan besar akan diminta membantu sekutu seperti Israel.